Kamis, 02 Februari 2012

Jerat Tuduhan Palsu

-Saat Tuduhan Palsu Itu Lahir-

Tuduhan palsu menunjuk pada "hal memperlakukan seseorang sebagai penjahat padahal tidak bersalah". Secara umum, berarti orang yang tak bersalah mendapat putusan bersalah di pengadilan. Merupakan kenyataan bahwa saat orang mengadili orang lain, hal itu tak pelak terjadi. Kasus tuduhan palsu itu terjadi di seluruh dunia. Untuk mengurangi kemungkinan tersebut, diterapkanlah asas praduga tak bersalah. Seorang terdakwa dianggap tidak bersalah sampai ada keputusan hakim yang menyatakan bahwa ia bersalah. Hal ini merupakan 'keuntungan' bagi terdakwa. Dalam hal tak adanya barang bukti selain pengakuan, misalnya, bagian yang meragukan dalam pengakuan itu akan dianggap bukti bahwa terdakwa tidak bersalah. Pihak pembela hanya harus menggoyahkan argumen atau kesimpulan bersalah pihak penuntut di pengadilan (kasus) kriminal untuk menjadikan bahwa terdakwa tidak bersalah. Ini juga terkait dengan praduga tak bersalah.

Di Indonesia pun, ada banyak kasus tuduhan palsu, hanya, mungkin hanya satu contoh saja yang saya bisa berikan. Yaitu, kasus Antasari Azhar. Jelas sekali bahwa ini adalah kasus tuduhan palsu yang nyata. Jika anda menyelidiki dengan seksama kasus Antasari ini, anda akan menemukan banyak bahkan mungkin semua kejanggalan yang tersembunyi di dalam kasus ini.

Keputusan tidak bersalah oleh pengadilan perlu didapat agar sebuah tuduhan diakui sebagai tuduhan palsu. Ada 3 kali kesempatan sidang, yaitu pengadilan daerah, pengadilan tinggi, dan pengadilan tertinggi. Namun, bila diputuskan bersalah di pengadilan daerah, pengadilan pertama yang memeriksa fakta, akan sulit untuk membuktikan sebaliknya. Karena itu, 30 tahun setelah kasus terjadi (setelah terdakwa menyelesaikan hukuman), banyak kasus yang kembali diajukan untuk diadili kembali. Walau terbukti tidak bersalah, kehidupan orang yang didakwa tidak bisa diulang kembali. Dalam hal itulah tuduhan palsu merupakan suatu putusan penuh dosa.

Tuduhan palsu di masa sebelum perang konon sering terjadi karena penekanan berlebihan atas pengakuan. Namun, sebenarnya sekarang pun pengakuan diakui sebagai bukti penting karena dianggap mengandung 'fakta yang hanya diketahui oleh pelaku'. Akan tetapi, dalam banyak kasus tuduhan palsu, tersangka diarahkan untuk mengaku bersalah dalam pemeriksaan oleh polisi. Kadang, tulisan petugas polisi dianggap begitu saja sebagai pengakuan. Bisa dibilang, pemicu utama lahirnya tuduhan palsu adalah penekanan berlebihan atas pengakuan dan pemaksaan untuk mengaku ini.

Selanjutnya adalah pemalsuan bukti dan bukti/kesaksian palsu. Menurut satu pihak, diarahakan oleh polisi, atau saksilah yang sebenarnya pelakunya. Ada juga kasus dimana pelaku yang sebenarnya dilindungi. Hal-hal ini menunjukkan bahwa kejahatan yang tidak atau kurang memiliki bukti dapat mengarah pada tuduhan palsu. Ketakutan yang sama juga dirasakan terhadap bukti tak langsung karena kaitannya dengan motif dan hubungan sosial. Tingkat resikonya sangat tinggi karena orang bisa berasumsi, "tidak mengherankan kalau dialah pelakunya" atau "jangan-jangan dia pelakunya" atau "pasti dia pelakunya".

"DIBUTUHKAN KESAKSIAN MAUPUN BUKTI FISIK YANG DAPAT MERUNTUHKAN ARGUMEN PIHAK PENUNTUT UNTUK MEMBUKTIKAN DIRINYA TIDAK BERSALAH SAAT DICURIGAI BERDASARKAN BUKTI TAK LANGSUNG"

~Go Hideki dan Takada Yu~
thanks for your Makoto Narita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar